Lagu Batak

Tentang : Artis, Pencipta, Musisi, Produser, Penikmat, Syair

Archive for September 2010

Anak Medan (untuk amang Mula Harahap)

with 4 comments


http://mulaharahap.wordpress.com/

Dia adalah sosok manusia batak yang bersahaja, hampir semua orang yang mengenalnya tak pernah ada yang mengeluh terhadap tingkah dan perangai yang pernah membuat sahabat bahkan lawannya mencela, namun selalu memuji dan berharap jika suatu saat kelak bisa menemukan orang yang dapat menggantikan sosoknya dimuka bumi ini.

Dia adalah Mula Harahap, yang pada tanggal 16 September 2010 lalu menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tenang pada usia 57 tahun karena menderita penyakit jantung. Menurut catatan salah seorang anak beliau, bahwa beliau ditinggal oleh anaknya sewaktu mau berangkat kerja dalam keadaan tertidur dilantai kamar tidur dengan posisi tengkurap, kemungkinan beliau mengalami sakit/panas pada dada yang sangat hebat seperti lazimnya bagi seseorang yang mempunyai penyakit jantung, dan 10 menit kemudian anak beliau menerima berita bahwa amang Mula Harahap sudah tiada.

Saya sangat menaruh simpathy terhadap beliau, dan pengagum ‘seluruh’ tulisannya termasuk pada milis-milis yang beliau ikuti, bahkan pada account jejaring sosial facebook. Itulah sebabnya saya sangat merasa kehilangan melebihi kehilangan seorang kerabat yang sudah saya kenal lama sekalipun.

Karena blog ini berisikan tentang lagu batak, dan saya tau beliau juga sesekali senang dengan lagu batak, juga beliau pernah menyinggung bagaimana lagu batak agar dikenal oleh masyarakat luas dari tulisan tulisannya. Maka saya akan memberikan salute dan memberi penghargaan khusus dari sisi kehidupan saya.

Dari beberapa tulisan beliau (pengenalan), saya akan mencoba memberikan makna dari sebuah lagu terhadap keberadaan seseorang. Maka saya memilih salah satu lagu yang menurut saya cukup pas untuk kepribadian dan kehidupan beliau bersosialisasi.

Lagu Anak Medan adalah sebuah lagu yang menggambarkan kepedulian seseorang (orang batak maupun bukan) terhadap teman/kerabat yang hampir mengesampingkan kepentingan pribadi dan keluarganya, bahkan untuk yang lebih jauh lagi, Raja Batak mempunyai kemiripan dengan kehidupan seperti itu. Raja Batak selalu bepergian untuk berperang demi untuk keselamatan orang lain.

Inilah syair Anak Medan secara utuh yang diciptakan oleh Fredy Tambunan.

Anak medan, Anak medan,
Anak medan do au, kawan
Modal pergaulan boido mangolu au,
Tarlobi dipenampilan main cantik do au, kawan
Sonang manang susah happy do diau,

Nang pe 51, solot di gontinghi,
Siap bela kawan berpartisipasi,
378 Sattabi majo disi,
Ada harga diri mengantisipasi

Reff:
Horas… Pohon pinang tumbuh sendiri
Horas… Tumbuhlah menantang awan
Horas… Biar kambing di kampung sendiri
Horas… Tapi banteng di perantauan

Anak medan, Anak medan,
Anak medan do au, kawan
Susah didonganku soboi tarbereng au
Titik darah penghabisan ai rela do au, kawan
Hansur demi kawan, ido au kawan

kira kira pengertian lagu tersebut pada bait pertama adalah :
Saya adalah seorang anak yang besar di Medan, saya bisa dan dapat hidup dengan hanya modal pergaulan atau persahabatan. (saya membaca beberapa tulisan beliau, bahwa beliau sangat bangga dan tidak pernah melupakan tempat dimana beliau tumbuh besar dari mulai anak balita sampai menjelang dewasa, walaupun beliau lahir di Palangkaraya, kemungkinan ayah beliau seorang pekerja yang berpindah-pindah).
Terlebih dalam segala penampilan saya selalu bermain cantik, baik dalam keadaan senang dan susah saya selalu bawa dalam keadaan happy. (saya pernah menemukan penampilan dalam foto beliau di account facebook pada masa muda dengan menggunakan baju lengan panjang, celana dan sepatu seperti layaknya penampilan seorang anak muda yang masih dijumpai di kota Medan saat ini, dalam keadaan susah maupun senang dia selalu kelihatan ceria dalam segala tulisannya, bahkan sekali-kali bergurau bahwa dia adalah pengagum Happy Salma, makanya saya tertarik menyebutnya selalu Happy dalam hatinya:-)).

pada syair bait kedua :
Walaupun belati/pisau terselip dalam pinggang saya, dan selalu suap untuk berpartisipasi membela kawan, tapi dalam hal tipu menipu, bongak membongak saya selalu menghindarinya karena harga diri jauh lebih penting dari semua itu. (ilmu pengetahuan yang ada dalam pikiran beliau adalah semacam pisau yang siap menghujam pada orang orang yang bermaksud menipu sesamanya, maka dia siap untuk memperjuangkan sampai kapanpun dan tidak segan segan beliau berteriak dalam tulisannya pada hal hal yang menurut beliau tidak beres, tapi dia selalu menjunjung tinggi apa arti harga diri).

Reffrein lagu tersebut adalah :
Selamat lah, pohon pinang walau tumbuh sendiri tapi tetap menantang awan/angin, walaupun tidak hebat (kambing) dikampung sendiri tapi selalu jaya (banteng) dalam perantauan. (beliau sebenarnya sudah memperlihatkan talenta yg dimilikinya sebelum dia menginjakkan kakinya di Jakarta, tapi semakin terasa dan bergema setelah di Jakarta seperti yang kita lihat bersama selama ini).

syair bait ke tiga :
Aku ini Anak Medan kawan, saya tidak bisa melihat kesusahan dalam diri sahabat/teman saya, titik darah penghabisan aku rela demi memperjuangkannya, bahkan hancur demi kawan pun aku rela. (ini yang membuat saya kagum mengapa saya memilih lagu ini sangat cocok dengan kepribadian beliau, menurut saya beliau sangat mempunyai kesempatan dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan dia untuk mengecap kehidupan materi yang mewah jika dia tidak peduli dengan lingkungan dan lingkup sosial lainnya. Dari banyak tulisannya saya membaca bahwa dia rela hidup sederhana dan tidak segan ikut membantu orang orang dalam kesusahan).

Kini dia telah tiada, tapi beruntunglah dia hidup dan berkarya pada era komputer telah dapat menyimpan banyak buah pikirannya yang bisa dibaca setiap saat berulang ulang. Satu yang membuat aku terkagum kagum lagi dengan beliau adalah perawakannya yang mirip pada almarhum Bapatua ku Reinhard Simanjuntak yang salah satu wartawan senior di Kompas, yang juga meninggal dengan serangan jantung.

Selamat jalan amang Mula Harahap, semakin saya merenung bahwa sebenarnya apa yang amang perbuat selama ini : itulah arti hidup. Tidak banyak yang dapat melakukan hal yang sama, bahkan mencoba pun tak sanggup.

Written by lagubatak

September 28, 2010 at 12:49 am

Posted in BATAK, LAGU BATAK

Tarhirim Au

leave a comment »

Tarhirim Au
Cipt. Dolok Simanjuntak

disi hutanda ho ito
songoni ma burju mi tu au
lambok pangkuling mi
mambahen sai masihol au tu ho
massai las do roha hi di tikki i
pajumpang dohot ho

dung saonari da hasian
gabe muba burju mi tu au
songoni pakkuling mi
sipata holan na muruk ho tu au
gabe hassit ma roha hi dibahen ho
ito da hasian

tarhirim au dijanji mi
didok ho haholongan mu au ito
manis di bibir holong mi
sipalessem do hape sude na i
hassit nai pambahenan mon
digabusi ho ma au da hasian

dang hurippu songon on
gabe sega au holan alani ho
dang hurippu songon on
gabe sega au holan alani ho

sega ma au

Written by lagubatak

September 25, 2010 at 2:25 pm

Mata Baru, Semangat Baru

leave a comment »

Tulisan ini di-unduh dari salah satu note seorang motivator St. Jansen Sinamo. Penting untuk dilihat karena mencakup beberapa sejarah yang ada di tanah batak. semoga beliau berkenan dengan pengu-unduhan secara sepihak, tanpa meminta persetujuan. Namun karena nilai yang terkandung didalamnya yang membuat saya berani melakukannya:)/

Pertengahan Juni 2007 yang lalu saya berkunjung lagi ke Balige, kota kecil di ujung tenggara Danau Toba. Saya bermaksud mengikuti puncak acara peringatan 100 tahun gugurnya Sisingamangaraja XII, yang tewas di ujung bedil Belanda pada 17 Juni 1907. Sebagai Sekjen Yayasan Pencinta Danau Toba dulu saya kerap bolak-balik ke danau ini. Namun kunjungan kali ini berbeda. Dulu saya melihat daerah ini dengan mata ekologi dan geologi. Kali ini saya melihatnya dengan mata sejarah.

Dengan mata ekologi saya tak putus takjub dengan fenomena alam Danau Toba. Geologi menakrifkan danau ini terbentuk sekitar 75.000 tahun lalu tatkala Gunung Toba purba meletus sambil menghamburkan 800 km kubik material ke angkasa. Bandingkan dengan Gunung St. Hellens, Pinatubo, dan Tambora yang masing-masing cuma melontarkan 0.2, 4, dan 20 km kubik saja. Letusan Gunung Toba adalah salah satu ledakan terdahsyat yang pernah terjadi di bumi, nyaris memusnahkan umat manusia. Kaldera yang ditinggalkannya itulah yang kemudian menjadi Danau Toba, 110 km panjangnya membujur miring dari barat laut ke tenggara.

Selama 10.000 tahun selanjutnya, magma terus mendorong—meski tak lagi sanggup bikin ledakan—lalu mendongkrak kulit bumi sehingga menggembung di atas muka danau: dan hatta, lahirlah pulau Samosir!

Ribuan tahun selanjutnya bekas-bekas ledakan kolosal itu hilang perlahan oleh tutupan vegetasi dan kemudian menghutan lalu berganti rupa menjadi situs ekologi yang biru dan hijau, subur dan cantik menawan, seperti yang dengan menggetarkan dikidungkan Nahum Situmorang.

Kemudian, di sekitar abad ke-14 atau 15, beberapa rombongan manusia merambah naik ke kawasan ini, bermukim di sana, lalu menjadi sebuah masyarakat yang kini disebut sebagai orang Batak. Saya tak putus-putus mensyukuri temuan alam para nenek moyang itu yang menjadi situs ekologis kelahiran jutaan putera-puteri Batak: banyak yang jenderal dan profesor, guru dan pendeta, politikus dan birokrat, seniman dan intelektual, pengusaha dan pengacara, sopir dan kondektur; termasuk dinasti Sisingamangaraja yang bertahta di Bakara, dan tentu: saya sendiri juga.

Dari ketinggian bukit makam resmi pahlawan itu saya memandangi Balige dan sekitarnya. Saya mengingat ulang kisah perjuangan Sisingamangaraja XII: khususnya episode pertempuran Bahal Batu yang pertama. Saya bayangkan ribuan pasukan Batak bertempur di pallagan Balige itu dengan bedil-bedil sederhana melawan pasukan Belanda yang telah bersenjata otomatis bahkan bermeriam. Dengan menunggang Sihapaspili, kuda putihnya, Raja Batak yang masih belia itu tampil gagah ke medan laga. Namun sungguh sial, bahu kirinya tertembak. Ia kalah, lalu mundur teratur. Namun sejak itu, selama 30 tahun ia terus melawan secara gerilya dari hutan-hutan kawasan barat daya Danau Toba. Tetapi, akhirnya ia tewas pada 1907 mempertahankan kebebasannya, kedaulatan negerinya, dan martabat bangsanya. Saat tafakur mengheningkan cipta di depan makam Soposurung itu, tanpa bisa dicegah air mata saya merembes deras: terharu, bersyukur, dan bangga sekaligus. ***

Dari ketinggian surga sana Allah melihat dunia. Ia menyaksikan derita manusia. Mata yang penuh belas kasihan itu tidak tahan lalu mengutus putera-Nya yang tunggal. Sang putera itu kemudian mengundang manusia: ”Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”Begitulah mata Tuhan melihat Anda dan saya. Ia tahu derita dan sedih-pedih kita. Ia melihat dan menunggu kita. Mari datang dan berlabuh di haribaan-Nya. Ia tahu harapan dan rindu-cita kita. Ia melihat dan menunggu kita. Mari memandang, datang, dan berharap akan rahmat-Nya.

Mari memakai mata Tuhan sebagaimana Abraham melihat dengan mata Tuhan. Meski janji Tuhan tampak mustahil, namun Abraham tidak bimbang. Ia memutuskan melihat kondisi hidupnya sebagaimana Tuhan melihatnya. Ia percaya dan terus menanti penuh iman akan janji-Nya.

Mari memakai mata Tuhan sebagaimana Daud melihat dengan mata Tuhan. Meski jauh-jauh hari telah diurapi Samuel, namun prospek menjadi raja tampaknya justru mustahil sementara ia malah jadi buronan raja Saul yang makin tua makin menderita neurosis. Namun Daud tidak bimbang. Ia memutuskan melihat kondisi hidupnya sebagaimana Tuhan melihatnya. Ia percaya dan menanti penuh perjuangan akan janji-Nya.

Ketika saya melihat dan menghayati Danau Toba sebagai medan laga bagi pejuang-pejuang Batak melawan Belanda, maka Sisingamangaraja XII menjadi riil di hati saya. Saya rasakan ia begitu dekat, menghayati emosi dan pikirannya, dan terinspirasi olehnya. Karenanya, saya lebih mencintai Tanah Batak [dan Indonesia] yang diperjuangkannya.

Ketika saya melihat hidup saya dengan mata Tuhan sebagaimana Tuhan melihatnya: bahwa Ia sedang bekerja di dalam dan melalui diri saya, maka Tuhan begitu riil di hati saya, sehingga sukacita, keberanian, serta semangat baru melimpah ruah dari dalam jiwa saya.

Terimakasih Tuhan, Engkau sungguh baik, bisik saya mantap, dengan wajah sumringah!

Written by lagubatak

September 21, 2010 at 12:22 am

Trio Lasidos Bersatu

with 6 comments

Pucuk dicinta ulam tiba, setelah sekian tahun menantikan kembalinya sang trio legendaris yang pernah ada di Indonesia, kini mereka telah mengeluarkan kembali album2nya dipasaran. Kebetulan akibat gerahnya suasana sore ini, saya pergi berjalan jalan ke beberapa toko kaset/vcd. Dengan tak sabar penjaga toko menawarkan dengan yakin, “abang nion kaset na baru, mantaff bang”, katanya sambil memberikan sampul vcd bergambarkan tiga idola batak dengan memakai pakaian ulos yang tampak begitu berwibawa, merekalah DR. Bunthora Situmorang, Hilman Padang dan Jack Marpaung.

Dengan beberapa kali membolak balik gambar dan tanpa sadar saya mendekati player vcd dengan meminta kepada pelayan untuk mencobanya, seperti biasa saya tidak perlu mengetahui semua isi lagu pada saat di toko kaset, hanya ingin memastikan apakah perangkat vcd tersebut dapat berjalan dengan baik, atau apakah lagunya cukup menarik untuk didengar, tapi hal yang untuk kali ini, yg belakangan tadi saya tidak hiraukan, karena apapun lagu mereka sepertinya sudah pasti ingin saya nikmati.

Lagu pertama sudah berkumandang dengan judul Bangso Batak Cipt. DR. Bunthora Situmorang, saya agak tersentak melihat penampilan Dewi Marpaung, “lho… salah kaset ya”? tanyaku, namun sipelayan meyakinkan bahwa itulah kaset yang tadi saya suruh untuk diputar, saya mengamati dan melihat penampilan penyanyi pujaan ku yang mengenakan pakaian kebesaran yakni ulos batak untuk membackingi vocal Dewi Marpaung, kenapa saya heran?, karena dalam cover depan memang saya tidak menemukan photo Dewi Marpaung ikut dalam album tersebut seperti lazimnya dalam cover vcd batak lainnya, tapi buru buru saya membuka lagi cevernya ternyata photo Dewi Marpaung terlihat sebagai Bintang Tamu. Mereka membawakan lagunya dengan kekompakan yang luar biasa, memang tidak/belum ada yang dapat menandingi formasi vocal dari trio legenda batak ini.

Didalam cover tersebut juga saya menemui judul lagu “Lupahon ma” cipt. Dakka Hutagalung, namun tidak terdapat pada vcd yang saya putar ini, dan saya ingin mencari tahu. Ternyata kemungkinan mereka telah merekam album sekaligus dengan 2 album, namun lagu yang saya sebutkan tadi yang disebut sebagai “Album Siraja Batak” akan direlease pada masa berikutnya. Sedangkan album yang saya baru beli disebut sebagai “Album Emas”, masing masing album terdiri dari 12 lagu.

Album Emas
1. Bangso Batak Cipt. DR. Bunthora Situmorang
2. Dalihan Natolu Cipt. DR. Bunthora Situmorang
3. Ai Tung Massai Sukkun Sukkun Do Roha Cipt. DR. Bunthora Situmorang
4. Pasada Hami Tuhan Cipt. DR. Bunthora Situmorang
5. Mamasu Masu Ma Tuhanta Cipt. DR. Bunthora Situmorang
6. Nai Rasaon Cipt. Dr. Alexander Manurung
7. Anak Sasada Cipt. Sutan Ompu Raja DL. Sitorus
8. Lottung Sisia Marina Cipt. Nahum Situmorang
9. Sonak Malela Cipt. Nahum Situmorang
10. Tuan Somanimbil Cipt. Nahum Situmorang
11. Bangso Natarbarita Cipt. Jack Marpaung
12. Sakkibung Cipt. Nahum Situmorang

Sedangkan seperti janji mereka untuk menantikan “Album Siraja Batak” yang berisikan 12 lagu itu adalah ”
1. Lupahon Ma Cipt. Dakka Hutagalung
2. Bunga Nabottar Cipt. NN
3. Molo Huingot Cipt. Parihutan Manik
4. Supir Tembak Cipt. DR. Bunthora Situmorang
5. Nang Tu Ho Cipt. Ismail Hutajulu
6. Ingot Ma Amang Cipt. John Ferry Sitanggang
7. Saputangan Na Marsap Ilu Cipt. DR. Bunthora Situmorang
8. Tudos Tu Na Marnipi Cipt. Jack Marpaung
9. Silaosi Poda Cipt. Jack Marpaung
10. Lobi Sappulu Taon Cipt. Benny Sinaga
11. Manggadis Gogo Cipt. Jack Marpaung
12. Serly Cipt. Jack Marpaung

Saya merencanakan untuk menghabiskan malam ini dengan menikmati lagu lagu mereka, dan mengamati bagaimana mereka memadukan keahlian masing masing yang dapat dinikmati dengan manis.

Silahkan kunjungi toko toko terdekat ditempat anda untuk mendapatkannya.

Written by lagubatak

September 13, 2010 at 1:55 pm

Rosita

with 2 comments

Rosita

Rosita… o rosita
Rosita… o rosita
Rosita… o rosita
Tralala lala

Pidong namartonga tongani langit
O pidong
Ai tung husippon jolo au
Tu huta ni dainang
Tu luat nadao

Aut boi ma au habang songon ho
O pidong
Satongkin on do rau pajumoang
Dohot boru ni tulang
Diluat nadao

Reff.
Ai di toba do anggo si rosita
Tung nauli do anggo rupana

Written by lagubatak

September 4, 2010 at 7:12 am